MEMBONGKAR
KERANCUAN PEMIKIRAN NASR HAMID ABU ZAYD
Judul Buku :
Alquran Dihujat
Pengarang :
Henry Shalahuddin, M.A
Jumlah Halaman :
193 Halaman
Penerbit :
Al Qalam
Dewasa ini, ummat Islam menghadapi berbagai macam
tantangan. Bila dulu hanya sebatas perang secara fisik, maka sekarang kita
menghadapi perang pemikiran (ghozwul fikri). Para orientalis, liberalis,
kaum kafir dan sebagainya silih berganti memerangi dan meracuni alam pemikiran
Islam. Tak cukup sampai disitu, bahkan mereka juga mendidik dan mengajarkan
ummat Islam sendiri agar memerangi agama mereka sendiri. Maka lahirlah kaum
muslimin yang memerangi Islam sendiri dalam segi pemikiran. Kegiatan seperti
ini gencar mereka laksanakan, di berbagai pusat-pusat studi Islam, perguruan
tinggi dan pada civitas akademika. Intinya mereka mengajarkan agar kaum
muslimin sendiri pun ikut menggerogoti agama mereka sendiri.
Yang diserang pun beragam , dari ranah syaria’ah,
sosial, pendidikan, sampai pada tataran aqidah. Dalam aqidah, bahkan mereka
meragukan keotentikan Al Quran dan hadits sebagai landasan dasar dalam Islam.
Dalam sebuah survey di salah satu perguruan tinggi Islam, menghasilkan temuan
bahwa mahasiswa nya tak lagi mengaggap Alquran sebagai wahyu suci dari Allah
SWT kepada Muhammad SAW, melainkan merupakan suatu produk budaya. Tafsir yang
digunakan untuk menafsirkan Al Quran pun bukan lagi metode tafsir yang
diajarkan dan diwariskan dalam tradisi Islam, melainkan metode tafsir
hermeneutika yang sangat digaungkan oleh Nasr Hamid Abu Zayd. Tentunya metode
ini tak bisa diterapkan dalam menafsirkan Al Quran, karena ia adalah metode
dalam menafsirkan Bibel. Namun anehnya, pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd ini malah
laris dan digemari oleh civitas akademika di negeri ini.
Buku yang ditulis oleh Henry Shalahuddin ini menjelaskan
secara gamblang kerancuan pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd dalam metode dia dalam
penafsiran Al Quran dan kritik terhadapnya. Dalam hal ini Nasr Hamid Abu Zayd
mengajukan metode interpretasi rasional, yang mana menurutnya untuk memberishkan
teks-teks keagamaan dari unsur-unsur yang berbau mistik,khurafat, dan bercora
interpretasi literal yang dipengaruhi oleh ideologis. Dia pun menawarkan
pendekatan historis-sosial, dimana sang pembaca teks memiliki perangkat ilmiah
dan kemampuan untuk mewarnain interpretasi teks keagamaan. Teks bukan lagi
milik pengarangnya, tetapi milik pembacanya. Dengan demikian interpretasi
sebuah teks tidak pernah berujung, karena ia mengikuti keadaan sosial dan
historis dimana sang pembaca teks hidup. Maka metode penafsiran ulama’ klasik
pun menurut dia sudah tak relevan lagi diterapkan di zaman sekarang, begitu
juga dengan hasil penafsirannya.
Abu Zayd juga menggagas pendekatan linguistik
historis, dimana pendekatan ini menolak pendekatan linguisitik klasik (yaitu ilmu-ilmu
bahasa dan retorika) yang menurutnya sering terjebak pada permasalahan
legislatif dan ideologis, di sisi lain Abu Zayd menolak makna-makna yang
terdapat dalam kisah-kisah Al Quran dan penggambaran surge-neraka yang hanya
bersifat klasik.
Namun sejatinya, unsur ideologis dalam dalam suatu
penafsiran tak dapat dinetralisir. Menolak suatu ideologi adalah ideoloiy itu
sendiri. “Pada hakekatnya yang hendak dikesampingkan adalah ideology yang tidak
sesuai (bertentangan) dengan ideologinya” tulis Henry Shalahuddin.
Dari gagasan interpretasi rasional ini, Abu Zayd
juga melahirkan beberapa ijtihad, diantaranya dia menghalalkan homoseksual,
menjunjung paham feminisme dan kesetaraan gender, dan mendefinisikan ulang
makna kalimat jin dan sihir dalam Al Quran.
Tetapi anehnya, pemikiran seperti ini malah dipuja
dan diikuti oleh beberapa tokoh di Indonesia. Aksin WIjaya, Amin Abdulah, dan
Sullhawi Ruba adalah sedikit dari beberapa contoh yang disebutkan dalam buku
ini. Padahal bila kita rujuk kembali, metode hermeneutika yang digunakan oleh
Nasr Hamid Abu Zayd ini tak cocok untuk diterpakan dalam interpretasi Al Quran.
Di buku ini dipaparkan dua sebab. Yang pertama karena metode ini diterapkan
dalam kajian bible, yang artinya sama saja eniru pola pikir Yahudi-Nasrani
dalam beragama. Yang kedua dan yang lebih fundamental, karena hermeneutika
sendiri selalu cenderung merelatifkan hal-hal yang sudah jelas (qat’iy), tetap ( tsawabit)
dan disepakati oleh ulama-berwibawa. Hermeneutika juga berdampak mengaburkan
makna AL Quran dan batasan antara ayat-ayat yang muhkamat dan mutasyabih.
Secara keseluruhan buku ini sangat dianjurkan bagi
segenap ummat Islam sekarang, khususnya para civitas akademika di kampus-kampus
Islam Indonesia. Hal ini dikarenakan menjamurnya pemikiran-pemikiran
liberalisasi dalam memahami Islam, yang
berdampak pada desakralisasi teks. Buku ini dapat men counter pemikiran diatas.
Dimana isi buku ini memuat pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd, yang mana gagasannya
banyak diaplikasikan dan diikuti di Indonesia ini. Tidak hanya sebatas memuat,
tetapi juga membahas secara lugas dan tegas kerancuan pemikiran dia dan
melakukan kritik terhadapnya. Dimuat juga beberapa teks kutipan asli dari
buku-buku yang dikarang Nasr Hamid Abu Zayd agar lebih dapat mendalami langsung
gagasan dia. Buku lain serupa yang dapat dijadikan literatus dalam bidang ini
dalah “ Metodologi Studi Bibel Dalam Studi Al Quran” karya Adnin Armas, dimana
memuat sejarah dalam penafsiran menggunakan hermeneutika dan kerancuannya.
Hanya dalam buku ini bahasannya lebih global, tidak terfokus pada pemikiran
Nasr Hamid Abu Zayd.
Buku “ Al Quran Dihujat” ini sangat membantu bagi
orang-orang yang bermaskud melakukan kritik terhadap gagasan orang-orang
liberal dalam penafsiran Al Quran, khususnya
dengan tokoh Nasr Hamid Abu Zayd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar