Selasa, 22 Oktober 2013

Resensi Buku AL Quran DIhujat, Henry Shalahuddin



MEMBONGKAR KERANCUAN PEMIKIRAN NASR HAMID ABU ZAYD

Judul Buku               : Alquran Dihujat
Pengarang                 : Henry Shalahuddin, M.A
Jumlah Halaman      : 193 Halaman
Penerbit                     : Al Qalam

Dewasa ini, ummat Islam menghadapi berbagai macam tantangan. Bila dulu hanya sebatas perang secara fisik, maka sekarang kita menghadapi perang pemikiran (ghozwul fikri). Para orientalis, liberalis, kaum kafir dan sebagainya silih berganti memerangi dan meracuni alam pemikiran Islam. Tak cukup sampai disitu, bahkan mereka juga mendidik dan mengajarkan ummat Islam sendiri agar memerangi agama mereka sendiri. Maka lahirlah kaum muslimin yang memerangi Islam sendiri dalam segi pemikiran. Kegiatan seperti ini gencar mereka laksanakan, di berbagai pusat-pusat studi Islam, perguruan tinggi dan pada civitas akademika. Intinya mereka mengajarkan agar kaum muslimin sendiri pun ikut menggerogoti agama mereka sendiri.

Yang diserang pun beragam , dari ranah syaria’ah, sosial, pendidikan, sampai pada tataran aqidah. Dalam aqidah, bahkan mereka meragukan keotentikan Al Quran dan hadits sebagai landasan dasar dalam Islam. Dalam sebuah survey di salah satu perguruan tinggi Islam, menghasilkan temuan bahwa mahasiswa nya tak lagi mengaggap Alquran sebagai wahyu suci dari Allah SWT kepada Muhammad SAW, melainkan merupakan suatu produk budaya. Tafsir yang digunakan untuk menafsirkan Al Quran pun bukan lagi metode tafsir yang diajarkan dan diwariskan dalam tradisi Islam, melainkan metode tafsir hermeneutika yang sangat digaungkan oleh Nasr Hamid Abu Zayd. Tentunya metode ini tak bisa diterapkan dalam menafsirkan Al Quran, karena ia adalah metode dalam menafsirkan Bibel. Namun anehnya, pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd ini malah laris dan digemari oleh civitas akademika di negeri ini.

Buku yang ditulis oleh Henry Shalahuddin ini menjelaskan secara gamblang kerancuan pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd dalam metode dia dalam penafsiran Al Quran dan kritik terhadapnya. Dalam hal ini Nasr Hamid Abu Zayd mengajukan metode interpretasi rasional, yang mana menurutnya untuk memberishkan teks-teks keagamaan dari unsur-unsur yang berbau mistik,khurafat, dan bercora interpretasi literal yang dipengaruhi oleh ideologis. Dia pun menawarkan pendekatan historis-sosial, dimana sang pembaca teks memiliki perangkat ilmiah dan kemampuan untuk mewarnain interpretasi teks keagamaan. Teks bukan lagi milik pengarangnya, tetapi milik pembacanya. Dengan demikian interpretasi sebuah teks tidak pernah berujung, karena ia mengikuti keadaan sosial dan historis dimana sang pembaca teks hidup. Maka metode penafsiran ulama’ klasik pun menurut dia sudah tak relevan lagi diterapkan di zaman sekarang, begitu juga dengan hasil penafsirannya.

Abu Zayd juga menggagas pendekatan linguistik historis, dimana pendekatan ini menolak pendekatan linguisitik klasik (yaitu ilmu-ilmu bahasa dan retorika) yang menurutnya sering terjebak pada permasalahan legislatif dan ideologis, di sisi lain Abu Zayd menolak makna-makna yang terdapat dalam kisah-kisah Al Quran dan penggambaran surge-neraka yang hanya bersifat klasik.

Namun sejatinya, unsur ideologis dalam dalam suatu penafsiran tak dapat dinetralisir. Menolak suatu ideologi adalah ideoloiy itu sendiri. “Pada hakekatnya yang hendak dikesampingkan adalah ideology yang tidak sesuai (bertentangan) dengan ideologinya” tulis Henry Shalahuddin.

Dari gagasan interpretasi rasional ini, Abu Zayd juga melahirkan beberapa ijtihad, diantaranya dia menghalalkan homoseksual, menjunjung paham feminisme dan kesetaraan gender, dan mendefinisikan ulang makna kalimat jin dan sihir dalam Al Quran.

Tetapi anehnya, pemikiran seperti ini malah dipuja dan diikuti oleh beberapa tokoh di Indonesia. Aksin WIjaya, Amin Abdulah, dan Sullhawi Ruba adalah sedikit dari beberapa contoh yang disebutkan dalam buku ini. Padahal bila kita rujuk kembali, metode hermeneutika yang digunakan oleh Nasr Hamid Abu Zayd ini tak cocok untuk diterpakan dalam interpretasi Al Quran. Di buku ini dipaparkan dua sebab. Yang pertama karena metode ini diterapkan dalam kajian bible, yang artinya sama saja eniru pola pikir Yahudi-Nasrani dalam beragama. Yang kedua dan yang lebih fundamental, karena hermeneutika sendiri selalu cenderung merelatifkan hal-hal  yang sudah jelas (qat’iy), tetap ( tsawabit) dan disepakati oleh ulama-berwibawa. Hermeneutika juga berdampak mengaburkan makna AL Quran dan batasan antara ayat-ayat yang muhkamat dan mutasyabih.

Secara keseluruhan buku ini sangat dianjurkan bagi segenap ummat Islam sekarang, khususnya para civitas akademika di kampus-kampus Islam Indonesia. Hal ini dikarenakan menjamurnya pemikiran-pemikiran liberalisasi  dalam memahami Islam, yang berdampak pada desakralisasi teks. Buku ini dapat men counter pemikiran diatas. Dimana isi buku ini memuat pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd, yang mana gagasannya banyak diaplikasikan dan diikuti di Indonesia ini. Tidak hanya sebatas memuat, tetapi juga membahas secara lugas dan tegas kerancuan pemikiran dia dan melakukan kritik terhadapnya. Dimuat juga beberapa teks kutipan asli dari buku-buku yang dikarang Nasr Hamid Abu Zayd agar lebih dapat mendalami langsung gagasan dia. Buku lain serupa yang dapat dijadikan literatus dalam bidang ini dalah “ Metodologi Studi Bibel Dalam Studi Al Quran” karya Adnin Armas, dimana memuat sejarah dalam penafsiran menggunakan hermeneutika dan kerancuannya. Hanya dalam buku ini bahasannya lebih global, tidak terfokus pada pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd.


Buku “ Al Quran Dihujat” ini sangat membantu bagi orang-orang yang bermaskud melakukan kritik terhadap gagasan orang-orang liberal dalam penafsiran Al Quran, khususnya  dengan tokoh Nasr Hamid Abu Zayd. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar