Jumat, 16 September 2016

Review Film Rudy Habibie : Masa Muda Habibie Nan Dramatis dan Inspiratif



Review Film Rudy Habibie : Masa Muda Habibie Nan Dramatis dan Inspiratif





 

 Durasi       : 142 Menit
Sutradara   : Hanung Bramantyo 
Pemain      : Chelsea Islan, Reza Rahadian, Ernest Prakasa, Dony Damara, Boris Bokir
Dear  Good People…
Seberapa banyak dari kalian yang mempunyai anggapan atau stigma negative terhadap kualitas perfilman yang dihasilkan Indonesia. Gua yakin banyak. Penyebabnya ? tentu saja karena beberapa tahun belakangan ini film-film  yang dihasilkan oleh sineas Indonesia lebih banyak di dominasi oleh film-film sampah-murahan-tak berkualitas yang mengandalkan rumus Paha-Dada-Cinta cintaan-Alay. Cuma orang yang otak nya setengah waras aja yang mau nonton tipikal film tersebut. Entah di Layar kaca, atau di Bioskop sama saja. Namun, di tengah menyampah nya film-film atau sinetron sampah dengan identitas tersebut, masih ada beberapa film yang berusaha menawarkan sesuatu yang berkualitas nan inspiratif. SAlah satunya ialah film film yang bertemakan biografi tokoh berjasa bagi Indonesia. Sebut saja  Habibie Ainun, Soekarno, Sang Pencerah, dan seterusnya. Kesemuanya menawarkan satu muatan kepada penonton : Suatu pesan moral nan inspiratif yang bisa memotivasi penonton Indonesia, kawula muda khususnya. Terdengan klise ya, seperti pelajaran PPKN. Yah, begitulah fakta nya…. 

Rudy Habibie yang digarap oleh Hanung Bramantyo merupakan salah satu dari tipikal film inspiratif diatas. Menceritakan kisah Habibie muda yang menuntut ilmu nun jauh di Jerman, tepat nya di distrik Aachen, penonton akan digiring pada berbagai pesan moral yang dapat dipetik di film ini. Dimulai dari meninggal nya sang Ayah saat Habibie masih kecil, daerah asal dia yang dibombardir oleh tentara Jepang, bagaimana perjuangan Habibie dalam beradaptasi ketika masih awal berada Jerman, kehabisan uang, gagal berkali-kali, dilecehkan oleh orang lain, sulit mendapatkan tempat ibadah yang layak  mempertahankan idealisme, hingga gesekan dengan mahasiswa-mahasiswa lain nya. Kesemuanya dirangkum dalam satu film yang berdurasi 2 jam 22 menit. Cukup lama memang. Padat ? Iya. Berkesan ? Cukup berkesan, tapi tidak terlalu berkesan-berkesan amat. Kenapa gua bilang gitu. Karena film ini kesan nya terlalu memaksakan untuk memasukkan beragam pesan moral ke dalam satu film. Jadi yang menonton pun dibuat tidak terlalu berkesan dengan satu pesan moral yang ada. Di satu scene, kita akan dihanyutkan oleh kata-kata ayah Habibie yang bertajuk ‘ Hiduplah seperti mata air bla bla bla….’ ( Walau menurut gue scene ini tidak perlu diulang berkali kali juga sih), tidak lama dari scene mata air itu, penonton kembali dibuat terenyuh oleh perjuangan Habibie ketika kehabisan uang dan kelaparan. Masih berada pada sensasi kelaparan, tau tau kita disuguhi oleh kengototan Habibie muda dalam mempertahankan idealisme yang ia yakini ketika berada di organisasi kemahasiswaan. So, menurut gue, kesannya nih film seperti maksain tiga jilid buku PPKN masuk ke dalam satu film berdurasi dua jam. 

Tapi, di sela-sela berbagai muatan ala PPKN yang jadi arus utama ini film, tetap saja ada beberapa joke yang cukup menghibur penonto. Cukup lah buat ketawa-ketawa geli. Ada Poltak Hasibuan ( diperankan oleh Boris Bokir) yang menghibur kita dengan logat ala batak nya setiap kali dia berbicara. Ada juga joke joke ringan yang bersliweran di sepanjang film. Tapi yang paling bikn gue sukses ngakak ketika scene masa kecil Habibie, yang hendak mencari balon bekas untuk percobaan balon udara, dia malah menemukan kondom bekasyang kemudia ia tiup hingga jadi seperti balon. Geblek lah,haha..

Dan tidak lupa, ada juga si cantik Chelsea Islan yang berperan sebagai Ilona, gadis muda dari Polandia yang menjadi cinta Habibie ketika berada di Jerman. Akhir cinta mereka berdua memang tidak penting, karena kita sama-sama sudah tahu. Tapi emang Chelsea Islan itu dah aslinya manis, di manapun dia main film, penonton cowok dibuat diabetes semua. Termasuk gua. Peran dia di film ini juga lumayan sentral, dia selalu berusaha untuk mencintai dan mensupport Habibie muda, walau tidak bisa bersama pada akhir nya. Satu untaian kalimat yang paling gue ingat dari si Ilona ini ketika dia hendak berpisah dengan Habibe di stasiun ialah : 

Masalah nya : Kamu cinta Indonesia. Faktanya, kamu cinta Indonesia. Dan solusinya, kamu cinta Indonesia ( sambil megang pipi Habibie, dan diiringi lantunan lagu Mencari Cinta Sejati nya Cakra Khan). Reaksi cowok jomblo yang nonton : Guling-guling Baper sambil meluk kursi bioskop.

Walau pun ini film kesan nya kaya kebanyakan pesan moral, tapi Reza Rahadian tetaplah Reza Rahadian. Akting dia emang kualitas jempolan ( dua jempol lah buat dia, empat sekalian, tambah jempol kaki). Sejak dia berperan jadi Habibie di Film Habibie Ainun, dia emang udah cocok banget lah meranin si Habibie. Gesture tubuh nya kena, cara ngomong nya kena, emosi anak muda nya kena, semuanya ngena deh. Kualitas akting yang ditampilkan oleh yang lain juga terhitung bagus dan oke, bisa mengimbangi peranan Reza pemeran utama, walau menurut gue, Chelsea Islan agak kurang mantap ngomong bahasa Jerman nya, terlihat ada beberapa aksen pengucapan yang salah. But, its oke… 

At last, bagi gue Film ini sangat layak tonton. Dramatis (ala PPKN), inspiratif, dan edukatif. Salah satu film berkualitas persembahan Hanung di tengah gempuran film-film sampah lain nya. 

Final Result : 4,5/5

Menyibak Korelasi Daging yang menyangkut di gigi dan pacaran

 Menyibak Korelasi Daging yang menyangkut di gigi dan pacaran




Hallo good people...


Barangkali, sepanjang gua nulis di blog ini, mungkin ini judul yang paling panjang, dan mungkin juga tema paling absurd yang pernah gua tulis. Urgensitas tulisan ini ? Nihil. Trus kenapa masih ditulis ? Karena gua pernah baca quote dari penulis terkenal di negeri ini, "menulis lah, maka dunia akan menulis mu". Walaupun mungkin yang kelak ditulis oleh dunia ini adalah segala keanehan dan kekonyolan gue, thats ok. Paling nggak gua bisa eksis dikit di dunia yg makin absurd ini...
So, ceritanya beberapa hari lalu adalah  hari pembantaian massal sapi dan kambing (baca idul adha) dan imbas nya, para fakir-perantauan-anak kos an kaya gua mendapat berkah dadakan. Yang biasanya siklus makan nya gak jauh dari warteg, mie instan, tempe, tahu, ama sayur bening, bisa makan daging manusia, dan itu gratisan men. Idealisme gua sebagai manusia postmodernis berkata " gua gak boleh nyia nyiain moment langka yg terjadi cuma sekali setahun ini". Walhasil tiap hari menu makan pagi siang dan malam gua bertransformasi. Dari ras proletar, menjadi borjuis. Dari kasta sudra menjadi brahmana. Dari gembel pinggir jalan jadi serasa bangsawan dadakan. Pokoknya motto gue waktu itu adalah" makanlah daging selagi ada, jika ada temenmu yang protes karna jatah temanmu termakan, makan teman mu juga"
Nah, masalah muncul pas dua hari yang lalu. Tepat pukul 09.30 di jalan pegangsaan timur no 56, 17 agustus 45, dikumandangkan lah teka proklamasi kemerdekaan. Oke, skip. Ni nyasar ke pelajaran sejarah. Dua hari lalu, setelah gua makan siang, dengan lauk daging gratisan pasti nya, ada potongan kecil daging yang nyelip di antara gusi dan gigi gua. Nah karena jeda waktu istirahat siang dengan waktu kerja gua mepet, jadi lah gua gak bisa ngorek ngorek tuh daging yang nyempil di gigi. menjelang jam akhir kerja, baru gua bisa ngoperasi tuh daging nyelip. Bermodalkan tusuk gigi, dengan berdiri menghadap cermin di kamar mandi, dan dengan fokus tinggi, dedikasi dan konsentrasi penuh kaya orang mau BAB, akhirnya tuh potongan daging berhasil gua keluarkan dengan selamat,sehat walafiat melalui operasi sesar, dan gua kasih nama dia gindang binti gonam. Anyway dia perempuan jenis kelamin nya..

Actually, selama tu daging bercokol di sela gigi gue selama kurang lebih empat jam, gua ngerasa gak nyaman banget. Kaya mulut ini serasa jadi aneh. Tapi ganggu aktivitas gua juga nggak, gua masih bisa ngomong lancar selama itu daging nyelip, gua juga masih bisa ngejeki dan misuhin orang dengan lancar. Tapi tetap aja mulut ini terasa gak nyaman sampe akhirnya tuh daging bisa gua keluarkan dengan sedikit paksaan dan dorongan penuh ke depan.

Disini gua mikir, ternyata kasus terselipnya daging di sela gigi gua, dengan kasus orang pacaran masih memiliki kesamaan. atau mungkin kedua nya adalah kembar identik yang terpisah sejak kecil. Hmm, hanya Icha dan Tapasha yang tau. Puja dewa India di A*TV. Seringkali kita memaksakan diri untuk nyaman dengan pacar kita, padahal sebenarnya nggak. Sama kaya gua, yang mencoba untu memaksa nyaman dengan daging yang nyelip di mulut, gua mencoba enjoy dan aktivitas seperti biasa, walau sebenarnya, tetap aja gak nyaman dengan tuh potongan daging. Banyak orang yang mencoba atau memaksa nyaman dengan pasangan nya, dia rela berkorban lebih dan berbuat apa saja demi orang yang ia akui sebagai tulang Iga sapi nya rusuk nya, walaupun tuh pacarnya nyebelin atau ngeselin, suka nyuruh nyuruh, manja, dan berbagai hal buruk lain nya Namun pada hakikatnya, tuh pacar sama aja kaya daging yang nyelip di sela gigi ente, makin lama dibiarin, malah makin bikin gak nyaman, dan kelak, suatu saat nanti, sooner or later, harus dikeluarin. Harus diputusin, daripada diri ini yang makin tersiksa. 

Ada juga tipikal orang yang biasanya makan tempe dan tahu, namun memaksakan diri untuk makan daging, biar kekinian dan nambah level gengsi, dalihnya. Namun, gigi yang biasa untuk ngunyah tempe emang beda sama gigi yang biasa ngunyah daging. Orang yang kaya gini sama aja berusaha untuk tidak menjadi dirinya sendiri. Ini sama dengan orang yang sebenarnya, lebih nyaman dengan status single, namun nyoba nyoba untuk nyari pacar, biar gak dikatain jones melulu, dalihnya. Walhasil, kebebasan dan kenyamanan yang dia rasain selama single, terenggut. Tidak ada lagi kebebasan mutlak. Gak perlu maksain diri untuk nyari pacar, kalau emang lu gak butuh, dan emang lebih nyaman ngabisin waktu buat gila gilaan bareng sobat-sobat lu.

So, konklusi yang bisa gua ambil disini ialah, nyaman itu istilah yang amat relatif. Ada orang yang lebih nyaman makan daging, ada juga yang lebih nyaman makan mie instan kaya gue. Ada yang lebih nyaman jadi orang single, mungkin juga yang lain lebih nyaman dengan status pacaran, LDR an, atau jomblo an. Ini semua kembali ke diri loe sendiri, loe ngerasa nyaman dengan pilihan yang mana. Pilihan yang manapun gak masalah, yang penting itu nyaman dan buat lu jadi loe sendiri. Gue sendiri lebih nyaman dengan LDR an, dan walaupun si doi mungkin bukan kaya daging sapi, lebih tepat nya dia kaya mie instan, tapi gua nyaman dengan dia. Itu mie instan buat gua ngerasa jadi diri gue sendiri, tanpa intervensi atau paksaan apapun untuk berubah jadi yang lain. Dan yang pasti, dia bukan kaya daging sapi yang kadang nyelip di gigi, bikin gak nyaman dan harus dikeluarin, dia kaya indomie yang enak dimakan, dan diolah oleh sistem pencernaan menjadi sumber energi, harapan, dan kekuatan bagi diri gue.

Sabtu, 10 September 2016

Review Film Don't Breathe



Review Don’t Breathe : Jangan Meremehkan Kakek Buta




Judul          : Don’t Breathe
Durasi         : 88 Menit
Sutradara      : Fede Alvarez
Pemain        : Stephen Lang, Jane Levy, Dylan Minne, Daniel Zovatto

Just Because He’s blind doesn’t mean he’s a saint

Hallo Good People…  ^_^

Bagi kamu yang suka nonton film dengan genre horror pasti sudah hafal dengan sumber ancaman yang mengancam nyawa karakter utama. Kebanyakan berasal dari kekuatan yang overpower, tak bisa ditangani begitu saja. Bisa berbentuk hantu yang suka nakut-nakutin atau hantu yang bisa membunuh (sengaja aku bedain,walau keduanya sama sama satu spesies) , pembunuh berdarah dingin, monster, atau bahkan hewan buas biasa yang didramatisr seakan akan demen banget bunuhin manusia (biasanya ikan hiu yang jadi korban dalam hal ini. Poor Shark). Intinya, kesemuanya ancaman itu bersifat overpower, menyeramkan, dan tak bisa ditangani begitu saja. Namun bagaimana bila ancaman utama nya berupa seorang kakek tua, yang hidup sendiri, dan buta pula.Bila anda berfikir itu kakek lemah dan gampang ditaklukkan, maka anda salah besar. Don’t breathe yang diramu oleh sutradara Fede Alvarez ini buktinya.

Sebenarnya, premis yang diusung film ini sangat sederhana. Tiga orang : Money (Daniel Zovatto), Dylan Manne (Alex), dan Rocky (Jane Levy) yang berencana untuk merampok rumah seorang kakek buta yang hidup sendirian (diperankan Stephen Lang). Namun, perkiraan mereka akan dapat merampok rumah tersebut dengan mudah, salah besar. Siapa sangka, kakek buta tersebut seorang pensiunan marinir terlatih, dan walaupun buta, belum kehilangan taji nya. Walhasil, keadaan pun berbalik. Kali ini giliran kakek buta yang melawan balik para perampok rumah nya.

Sebenarnya gua nonton film ini gak sengaja (Ada ya nonton gak sengaja :v). Niatnya pengen nonton Warkop Reborn, tapi kehabisan tiket. Walhasil jadi nya nonton film lain yang kosong seat nya. Jadi dah ini film. Dan hasilnya, gue gak ragu bilang ini film “Mantaps men”. Untuk sebuah film dengan budget rendah, ia sukses menampilkan bagaimana film thriller horror dibuat. Minim percakapan, lebih mengedepankan scene yang buat penonton menahan nafas, cahaya yang minim, atmosfer rumah yang menyeramkan, dan tentu saja sumber ancaman dalam wujud “The Blind Man”. Kredit lebih gue berikan untuk “Stephen Lang” yang sukses bikin cewek-cewek di bioskop teriak histeris saat melihat badan nya yang kekar memburu perampok di rumahnya. Aktingnya keren. Sementara pemeran yang lain sudah pas dan tepat dalam memerankan peran nya. Good Enough

Hal lain yang gua suka dari ini film ialah sinematografi nya. Posisi dan penempatan kamera benar-benar membuat yang nonton sukses nahan nafas dan geregetan. Didukung pula dengan efek sound dan scoring yang semakin menambah atmosfer horror nya. Mantap lah menurut gua. Bahkan cewek temen gua yang duduk disamping sampe teriak-teriak histeris pas nonton ini film. Dan tindakan gua ?Bodo amat, siapa suruh jadi cowok kok takutan nonton film. Meeh  -_- 

So, pesan moral yang bisa gua ambil dari ini film ada dua. Pertama, jangan pernah ngeremih kakek buta, siapa tau dia dapat membunuh anda dengan mudah. Yang kedua, kalau kamu sudah berencana nonton suatu film, namun kehabisan tiket, coba aja nonton film lain yang kebetulan sedang tayang. Siapa tau bagus.

Overall Rate : 4,5/5
The best horror thriller movie I’ve ever watched in this year