Jumat, 16 September 2016

Menyibak Korelasi Daging yang menyangkut di gigi dan pacaran

 Menyibak Korelasi Daging yang menyangkut di gigi dan pacaran




Hallo good people...


Barangkali, sepanjang gua nulis di blog ini, mungkin ini judul yang paling panjang, dan mungkin juga tema paling absurd yang pernah gua tulis. Urgensitas tulisan ini ? Nihil. Trus kenapa masih ditulis ? Karena gua pernah baca quote dari penulis terkenal di negeri ini, "menulis lah, maka dunia akan menulis mu". Walaupun mungkin yang kelak ditulis oleh dunia ini adalah segala keanehan dan kekonyolan gue, thats ok. Paling nggak gua bisa eksis dikit di dunia yg makin absurd ini...
So, ceritanya beberapa hari lalu adalah  hari pembantaian massal sapi dan kambing (baca idul adha) dan imbas nya, para fakir-perantauan-anak kos an kaya gua mendapat berkah dadakan. Yang biasanya siklus makan nya gak jauh dari warteg, mie instan, tempe, tahu, ama sayur bening, bisa makan daging manusia, dan itu gratisan men. Idealisme gua sebagai manusia postmodernis berkata " gua gak boleh nyia nyiain moment langka yg terjadi cuma sekali setahun ini". Walhasil tiap hari menu makan pagi siang dan malam gua bertransformasi. Dari ras proletar, menjadi borjuis. Dari kasta sudra menjadi brahmana. Dari gembel pinggir jalan jadi serasa bangsawan dadakan. Pokoknya motto gue waktu itu adalah" makanlah daging selagi ada, jika ada temenmu yang protes karna jatah temanmu termakan, makan teman mu juga"
Nah, masalah muncul pas dua hari yang lalu. Tepat pukul 09.30 di jalan pegangsaan timur no 56, 17 agustus 45, dikumandangkan lah teka proklamasi kemerdekaan. Oke, skip. Ni nyasar ke pelajaran sejarah. Dua hari lalu, setelah gua makan siang, dengan lauk daging gratisan pasti nya, ada potongan kecil daging yang nyelip di antara gusi dan gigi gua. Nah karena jeda waktu istirahat siang dengan waktu kerja gua mepet, jadi lah gua gak bisa ngorek ngorek tuh daging yang nyempil di gigi. menjelang jam akhir kerja, baru gua bisa ngoperasi tuh daging nyelip. Bermodalkan tusuk gigi, dengan berdiri menghadap cermin di kamar mandi, dan dengan fokus tinggi, dedikasi dan konsentrasi penuh kaya orang mau BAB, akhirnya tuh potongan daging berhasil gua keluarkan dengan selamat,sehat walafiat melalui operasi sesar, dan gua kasih nama dia gindang binti gonam. Anyway dia perempuan jenis kelamin nya..

Actually, selama tu daging bercokol di sela gigi gue selama kurang lebih empat jam, gua ngerasa gak nyaman banget. Kaya mulut ini serasa jadi aneh. Tapi ganggu aktivitas gua juga nggak, gua masih bisa ngomong lancar selama itu daging nyelip, gua juga masih bisa ngejeki dan misuhin orang dengan lancar. Tapi tetap aja mulut ini terasa gak nyaman sampe akhirnya tuh daging bisa gua keluarkan dengan sedikit paksaan dan dorongan penuh ke depan.

Disini gua mikir, ternyata kasus terselipnya daging di sela gigi gua, dengan kasus orang pacaran masih memiliki kesamaan. atau mungkin kedua nya adalah kembar identik yang terpisah sejak kecil. Hmm, hanya Icha dan Tapasha yang tau. Puja dewa India di A*TV. Seringkali kita memaksakan diri untuk nyaman dengan pacar kita, padahal sebenarnya nggak. Sama kaya gua, yang mencoba untu memaksa nyaman dengan daging yang nyelip di mulut, gua mencoba enjoy dan aktivitas seperti biasa, walau sebenarnya, tetap aja gak nyaman dengan tuh potongan daging. Banyak orang yang mencoba atau memaksa nyaman dengan pasangan nya, dia rela berkorban lebih dan berbuat apa saja demi orang yang ia akui sebagai tulang Iga sapi nya rusuk nya, walaupun tuh pacarnya nyebelin atau ngeselin, suka nyuruh nyuruh, manja, dan berbagai hal buruk lain nya Namun pada hakikatnya, tuh pacar sama aja kaya daging yang nyelip di sela gigi ente, makin lama dibiarin, malah makin bikin gak nyaman, dan kelak, suatu saat nanti, sooner or later, harus dikeluarin. Harus diputusin, daripada diri ini yang makin tersiksa. 

Ada juga tipikal orang yang biasanya makan tempe dan tahu, namun memaksakan diri untuk makan daging, biar kekinian dan nambah level gengsi, dalihnya. Namun, gigi yang biasa untuk ngunyah tempe emang beda sama gigi yang biasa ngunyah daging. Orang yang kaya gini sama aja berusaha untuk tidak menjadi dirinya sendiri. Ini sama dengan orang yang sebenarnya, lebih nyaman dengan status single, namun nyoba nyoba untuk nyari pacar, biar gak dikatain jones melulu, dalihnya. Walhasil, kebebasan dan kenyamanan yang dia rasain selama single, terenggut. Tidak ada lagi kebebasan mutlak. Gak perlu maksain diri untuk nyari pacar, kalau emang lu gak butuh, dan emang lebih nyaman ngabisin waktu buat gila gilaan bareng sobat-sobat lu.

So, konklusi yang bisa gua ambil disini ialah, nyaman itu istilah yang amat relatif. Ada orang yang lebih nyaman makan daging, ada juga yang lebih nyaman makan mie instan kaya gue. Ada yang lebih nyaman jadi orang single, mungkin juga yang lain lebih nyaman dengan status pacaran, LDR an, atau jomblo an. Ini semua kembali ke diri loe sendiri, loe ngerasa nyaman dengan pilihan yang mana. Pilihan yang manapun gak masalah, yang penting itu nyaman dan buat lu jadi loe sendiri. Gue sendiri lebih nyaman dengan LDR an, dan walaupun si doi mungkin bukan kaya daging sapi, lebih tepat nya dia kaya mie instan, tapi gua nyaman dengan dia. Itu mie instan buat gua ngerasa jadi diri gue sendiri, tanpa intervensi atau paksaan apapun untuk berubah jadi yang lain. Dan yang pasti, dia bukan kaya daging sapi yang kadang nyelip di gigi, bikin gak nyaman dan harus dikeluarin, dia kaya indomie yang enak dimakan, dan diolah oleh sistem pencernaan menjadi sumber energi, harapan, dan kekuatan bagi diri gue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar