Memahami Kembali Modernisasi Islam
Pada
tahun 1903, salah satu sarjana pakar keislaman dari Amerika Serikat, Duncan
Black MacDonald (1863-1943) menulis bahwasanya Islam yang sekarang tidak
memungkinkan untuk menyelenggarakan sistem pemerintahan konstitusi. Menurut
dia, khalifah Islam tidak akan mendirikan suatu sistem pemerintahan yang mana
sistem tersebut memungkinkan untuk melawan atau membatasi kekuasaan khalifah.
Khalifah, sebagai penerus nabi seharusnya mempunyai kekuasaan yang absolut
dalam memerintah.
Pernyataan
yang dilontarkan oleh Duncan tadi tentu saja tak semuanya benar. Terbukti
beberapa tahun setelahnya, muncul gagasan yang berkebalikan dengannya.
Tokoh-tokoh seperti Muhammad Abduh dan Mehmed Kamaluddin Effendi menyatakan
bahwa mereka mendukung sistem pemerintahan konstitusi .
Sesungguhnya,
timbulnya gagasan seperti tokoh Muhammad Abduh dan mehmed Kamaluddin Effendi
diatas tidak terlepas dari gerakan modernisasi Islam, yang mana gerakan ini
muncul pada abad ke sembilan belas dan dua puluh. Gerakan modernisasi Islam ini
mencoba unutk menyesuaikan ajaran-ajaran dan prinsip Islam dengan nilai-nilai
modern sekarang, seperti nasionalisme, demokrasi,konstitusi, penyelidikan
ilmiah, dan nilai-nilai lainnya. Disini tokoh-tokoh seperti diatas, melihat
bahwasanya perbedaan tensi atau ketidak sesuaian ajaran Islam dengan nilai-nilai
modern bukanlah disebabkan dari prinsip dasar Islam sendiri, melainkan lebih
karena faktor historitas atau sejarah. Maka dengan muncul nya era modernisasi
dari barat, dan menyadari ketetinggalan ummat Islam dari bangsa-bangsa lainnya,
gerakan modernisasi Islam ini menjadi sebuah kebutuhan dan kepentingan untuk
Islam sekarang.
Memahami
Makna Modernisasi
Membicarakan
gerakan modernisasi Islam, maka kita harus mengetahui sejarah modernisasi Di
Barat terlebih dahulu. Karena dari gerakan mdoernisasi di Barat lah yang
mempengaruhi modernisasi di Islam.
Modernisme,
modernisasi dan modernitas merupakan padanan kata dari pembaharuan. Modernisasi
lahir di Dunia Barat, yang muncul sejak renaisans terkait dengan masalah agama.
Menurut masyarakat Barat kata modernisasi itu mengandung pengetian pikiran,
ide, aliran, gerakan dan usahan untuk mengubah paham-paham, ada istiadat, dan
sebagainnya agar semua itu dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi[1].
Modernisasi
ditandai dengan rasionalitas dan kreatifitas manusia dalam mencari jalan
mengatasi kesulitan hidupnyadi dunia ini. Maka dari itu, modernisme khsususnya
di Barat, adalah suatu antroposentrisme yang hampir tak terkekang.[2]
Bila
kita menilik pada sejarah di Barat, modernisasi terjadi sejak abad ke 15,
dimana sebelumny, Barat berada pada zaman kegelapan (dark Age). Awal mula
sejarah modernisasi terjadi pada era Renaissannce, yang secara harfiah
berarti kelahiran kembali. Pada era ini muncul lah aliran-aliran pemikiran
seperti Rasionalisme, empirisme dan sebagainya yang kemudian merubah dunia alam
pemikiran di Barat. Kemajuan dalam bidang pemikiran ini juga diikuti dengan kemajuan
dalam bidang teknologi, sains, pengetahuan, industri, militer, dan di berbagai bidang lainnya. Dalam bidang
industri, era renaissance melahirkan revolusi industri yang merubah dan
mempengaruhi pergerakan insdustri di seluruh Eropa. Dampak dari berbagai
kemajuan dalam berbagai bidang juga menimbulkan negara-negara yang maju dan
berusaha menguasai negara-negara lainnya. Maka era kolonialisasi pun dimulai.
Negara-negara seperti Inggris, perancis, Spanyol, dan Portugal berlomba-lomba
dalam memajukan militer nya dan menancapkan pengaruh nya di negara-negara
lainnya.
Namun
pada intinya, gerakan modernisasi di Barat, semula berawal dari munculnya era
Renaissance, yang mana dengan era ini menimbulkan berbagai kemajuan di berbagai
bidang, pemikiran, industri, militer, sains, pengetahuan dan berbagai bidang
lainnya.
Masuknya
Modernisasi di Islam.
Pemikiran
modernisasi yang terjadi di Islam mempunyai kaitan mata rantai dengan Barat.
Sebelum memasuki periode modern, kontak antara Barat danIslam sebenarnya sudah
ada, terlebih antara Kerajaan Usmani yang mempunyai daerah kekuasaan di daratan
Eropa dengan beberapa negara Barat. Diketika negara-negara itu mulai memasuki
masa kemunduran. Sebagai akibat dari
perubahan itu, Kerajaan Usmani, yang biasa menang dalam peperangan, akhirnya
mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat. Hal ini membuat
pembesar-pembesar Usmani menyelidiki rahasia kekuataan Eropa yang baru muncul
itu. Menurut pemikiran, rahasianya terletak dalam kekuatan militer modern yang
dimiliki Eropa.
Namun
pembaharuan yang yang diusahakan pemuka-pemuka Usmani abad kedelapan belas
tidak ada artinya. Usaha dilanjutkan di abad kesembilan belas dan inilah
kemudian yang membawa kepada perubahan besar di Turki. Seorang terpelajar Islam
memberikan gambaran pada abad kesembilan belas, Ia mengatakan betapa
terbelakangnya umat Islam ketika itu. Kontak dengan kebudayaan Barat yang lebih
tinggi ini ditambah dengan cepatnya kekuatan Mesir dapat dipatahkan oleh
Napoleon. Ketika Napoleon memasuki Mesir, ia pun melakukan ekspedisi[3]
baik itu secara kultural maupun secara politis.Sehingga mengguncang pondasi
negeri yang menggunakan bahasa Arab itu. Mereka memperkenalkan budaya Perancis
dan ilmu pengetahuan Barat pada orang-orang Mesir, kemudian orang-orang Arab secara
keseluruhan. membuka mata pemuka-pemuka Islam Mesir untuk mengadakan
pembaharuan.
Modernisasi
Islam.
Dengan
sadarnya ummat islam waktu itu, akan ketertinggalan mereka dari Barat, ummat
muslim sadar, mereka harus mengejar ketertinggalan dari Barat. Dengan banyak
nya pelajarar-pelajar Muslim yang belajar ke Barat, dan kemudian kembali ke
negara aslinya, mereka juga membawa pengetahuan dan ilmu dari Barat yang
mempengaruhi perkembangan modernisasi di Islam.
Namun
,gerakaan modernisasi Islam tidak bias dilepaskan dari tokoh-tokoh pembaharu
gerakan ini. Figur-figur penting inilah yang menjadi magnet bagi tokoh-tokoh
laiinya dalam melakukan modernisasi. Tercatat tokoh-tokoh penting seperti
Jamaluddin Afghani, kemudian muridnya, Muhammad Abduh, dan murid Abduh,
Muhammad rasyid Ridha yang mengusung gerakan modernisasi di Mesir. Ada juga
Sayyid Ahmad Khan di India, Namik Kemal di Turku, dan Bey Gasprinski di Crimea,
dan banyak lagi tokoh-tokoh lainnya dari berbagai negara di dunia. Mereka
inilah yang membawa gerakan modernisasi Islam.
Ijtihad Menurut
Muhammad Abduh
Sebelum
memasuki era modernisasi Islam, menurut Muhammad Abduh, ummat Islam mengalami
ke Jumud an. Jumud dapat diartikan dengan beku, statis, atau tak
bergerak. Ummat islam hanya bersandarkan pada tradisi-tradisi klasik. Akibatnya
akal dan pemikiran islam pun tak berkembang dan beku. Maka benar apa yang
dikatakan oleh Jamaluddin Al Qasimi: “ Apabila orang-orang hanya terbatas dalam
mengkaji tradisi klasik, maka pengetahuan yang luar biasa pun akan hilang, alam
pemikiran akan tersesat, lidah yang tajam akan menumpul, dan kita tidak akan
mendengar apa pun kecuali pengulangan belaka”
Muhammad
Abduh sangat menentang taklid yang dipandangnya sebagai faktor yang melemahkan
jiwa umat Islam. Pandangan Abduh tentang perlunya upaya pembongkaran kejumudan
yang telah sedemikian lama mengalami pengerakan tersebut akan melahirkan ide
tentang perlunya melaksanakan kegiatan ijtihad. Menurut Abduh, taklid akan
menghentikan akal pikiran manusia pada batas tertentu, yakni taklid sangat
bertentangan dengan akal, taklid bertentangan dengan tabiat kehidupan, dan
taklid itu juga bertentangan dengan tabiat dasar-dasar dan ciri Islam[4]. Muhammad
Abduh mengikis habis taklid sebagai suatu prinsip, dalam bentuknya yang ada
pada saat itu, seperti mengikuti mazhab secara harfiah dengan pengkultusan.
Fanatisme itu disebabkan oleh adanya kelemahan pemikiran, politik, dan ekonomi
pada masyarakat Islam.
Ijtihad
menurut Abduh, bukan hanya boleh bahkan perlu dilakukan. Namun, menurut ia
bukan berati setiap orang boleh berijtihad. Hanya orang-orang tertentu dan
memenuhi syarat untuk melakukan ijtihadlah yang boleh melakukan ijtihad
tersebut. Ijtihad dilakukan langsung terhadap al-Qur’an dan hadits sebagai
sumber dari ajaran Islam[5].
Lapangan ijtihad adalah mengenai soal-soal muamalah yang ayat-ayat dan
haditsnya bersifat umum dan jumlahnya sedikit. Sedangkan soal ibadah bukanlah
bagian dari lapangan ijtihad, karena persoalan ibadah merupakan hubungan
manusia dengan Tuhan, dan bukan antara manusia dengan manusia yang tidak
menghendaki perubahan menurut zaman.
Bahwasanya keterbelakangan dan kemunduran yang dialami umat Islam
disebabkan oleh pandangan dan sikap jumud. Maka untuk membebaskan umat Islam
dari taklid, dan kembali kepada ajaran Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan
Hadits. Bahkan Abduh mengecam orang yang melakuakan taqlid. Orang yang
melakukan taqlid (muqallid), menurut Abduh, memiliki derajat yang lebih
rendah dari orang yang diikutinya. Karena muqallid hanya melihat lahir
perbuatan orang yang diikutinya, tanpa memeriksa dasar dan rahasia perbuatannya.
Hal ini membuat pekerjaan muqallid menjadi tanpa dasar dan tidak karuan.
Pandangan
Muhammad Abduh tentang perlunya ijtihad dan pemberantasan taklid, tampaknya
didasari atas kepercayaannya yang tinggi terhadap akal. Karena menurut Abduh,
Islam menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Sebab akal dapat membedakan
antara baik dan yang buruk, antara yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat.
Islam adalah agama yang rasional, dan menggunakan akal merupakan salah satu
dari dasar-dasar Islam. Kebenaran yang dicapai akal tidak bertentangan dengan
kebenaran yang disampaikan oleh wahyu. Menurutnya dalil akal yang meyakinkan
bertentangan dengan dalil naql yang tidak meyakinkan. Namun, masih menurut
Abduh, ada dua cara yang dapat ditempuh jika ditemukan adanya kontradiksi
antara dalil akal dengan dalil naql. Pertama, kita menerima dalil naql itu
sebagai dalil yang sah, tetapi kita mengakui bahwa kita tidak mampu untuk
memahaminya dan menyerahkan hal yang sesungguhnya kepada Allah SWT. Kedua, kita
menta’wilkan dalil naql itu sesuai dengan tata bahasa sehingga artinya dapat
menjadi sesuai dengan yang ditetapkan oleh akal.
Kesimpulan
Sebelum
memasuki era modernisasi Islam, ummat Islam berada pada masa statis dan
kemunduran, dimana salah satu sebabnya adalah masuknya Islam pada ke jumud
an yang berakibat pada beku nya alam pemikiran dan pengetahuan.
Adanya
interaksi dengan Barat membuka mata ummat Islam akan ketertinggalan mereka dari
bangsa-bangsa lainnya, dan mendorong untuk melakukan modernisasi Islam untuk
mengejar ketertinggalan mereka. Modernisasi yang dilakukan pun meliputi
berbagai bidang : pemikiran, pendidikan, pemerintahan, militer, dan lainnya.
Dibalik gerakan modernisasi ini ada tokoh-tokoh yang memegang peranan penting,
seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan masih banyak yang lainnya
Muhammad
Abduh sangat menentang periode ke jumud an yang dialamiummat Islam, dan sebagai
solusinya ,ia membuka kembali pintu Ijtihad yang smepat tertutup. Dengan
terbukanya pintu Ijtihad inilah yang akan memajukan kembali alam pemikiran dan
pengetahuan Islam.
[1] Yusran
Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), Cet. II,hal 1
[2]
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan peradaban,(Jakarta, Paramadina, 2000), cet
III hal 450
[3] Napoleon
Bonaparte lahir pada tanggal 15 Agustus 1769 di Ajaccio (Perancis) dan meniggal
dunia pada 5 Mei 1821. Napoleon menyerbu Mesir pada 2 Juli 1798, mula-mula
mendarat di Iskandariyah dan dalam waktu tiga minggu ia dapat menguasai seluruh
Mesir. Walaupun Napoleon hanya sekitar tiga minggu menguasai Mesir (1789-1801),
namun pengaruhnya sangat besar terhadap hidup dan kehidupan bangsa Mesir. Lihat
Yusran Amuni, 66-67
[4] Muhammad
al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986), Cet. I, hal
91
[5] Harun
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, hal 64
Tidak ada komentar:
Posting Komentar