Senin, 04 November 2013

Memahami Sejarah Modernisasi Islam

Memahami  Kembali Modernisasi Islam

Pada tahun 1903, salah satu sarjana pakar keislaman dari Amerika Serikat, Duncan Black MacDonald (1863-1943) menulis bahwasanya Islam yang sekarang tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan sistem pemerintahan konstitusi. Menurut dia, khalifah Islam tidak akan mendirikan suatu sistem pemerintahan yang mana sistem tersebut memungkinkan untuk melawan atau membatasi kekuasaan khalifah. Khalifah, sebagai penerus nabi seharusnya mempunyai kekuasaan yang absolut dalam memerintah.

Pernyataan yang dilontarkan oleh Duncan tadi tentu saja tak semuanya benar. Terbukti beberapa tahun setelahnya, muncul gagasan yang berkebalikan dengannya. Tokoh-tokoh seperti Muhammad Abduh dan Mehmed Kamaluddin Effendi menyatakan bahwa mereka mendukung sistem pemerintahan konstitusi .

Sesungguhnya, timbulnya gagasan seperti tokoh Muhammad Abduh dan mehmed Kamaluddin Effendi diatas tidak terlepas dari gerakan modernisasi Islam, yang mana gerakan ini muncul pada abad ke sembilan belas dan dua puluh. Gerakan modernisasi Islam ini mencoba unutk menyesuaikan ajaran-ajaran dan prinsip Islam dengan nilai-nilai modern sekarang, seperti nasionalisme, demokrasi,konstitusi, penyelidikan ilmiah, dan nilai-nilai lainnya. Disini tokoh-tokoh seperti diatas, melihat bahwasanya perbedaan tensi atau ketidak sesuaian ajaran Islam dengan nilai-nilai modern bukanlah disebabkan dari prinsip dasar Islam sendiri, melainkan lebih karena faktor historitas atau sejarah. Maka dengan muncul nya era modernisasi dari barat, dan menyadari ketetinggalan ummat Islam dari bangsa-bangsa lainnya, gerakan modernisasi Islam ini menjadi sebuah kebutuhan dan kepentingan untuk Islam sekarang.

Memahami Makna Modernisasi

Membicarakan gerakan modernisasi Islam, maka kita harus mengetahui sejarah modernisasi Di Barat terlebih dahulu. Karena dari gerakan mdoernisasi di Barat lah yang mempengaruhi modernisasi di Islam.

Modernisme, modernisasi dan modernitas merupakan padanan kata dari pembaharuan. Modernisasi lahir di Dunia Barat, yang muncul sejak renaisans terkait dengan masalah agama. Menurut masyarakat Barat kata modernisasi itu mengandung pengetian pikiran, ide, aliran, gerakan dan usahan untuk mengubah paham-paham, ada istiadat, dan sebagainnya agar semua itu dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi[1].

Modernisasi ditandai dengan rasionalitas dan kreatifitas manusia dalam mencari jalan mengatasi kesulitan hidupnyadi dunia ini. Maka dari itu, modernisme khsususnya di Barat, adalah suatu antroposentrisme yang hampir tak terkekang.[2]

Bila kita menilik pada sejarah di Barat, modernisasi terjadi sejak abad ke 15, dimana sebelumny, Barat berada pada zaman kegelapan (dark Age). Awal mula sejarah modernisasi terjadi pada era Renaissannce, yang secara harfiah berarti kelahiran kembali. Pada era ini muncul lah aliran-aliran pemikiran seperti Rasionalisme, empirisme dan sebagainya yang kemudian merubah dunia alam pemikiran di Barat. Kemajuan dalam bidang pemikiran ini juga diikuti dengan kemajuan dalam bidang teknologi, sains, pengetahuan, industri, militer, dan  di berbagai bidang lainnya. Dalam bidang industri, era renaissance melahirkan revolusi industri yang merubah dan mempengaruhi pergerakan insdustri di seluruh Eropa. Dampak dari berbagai kemajuan dalam berbagai bidang juga menimbulkan negara-negara yang maju dan berusaha menguasai negara-negara lainnya. Maka era kolonialisasi pun dimulai. Negara-negara seperti Inggris, perancis, Spanyol, dan Portugal berlomba-lomba dalam memajukan militer nya dan menancapkan pengaruh nya di negara-negara lainnya.

Namun pada intinya, gerakan modernisasi di Barat, semula berawal dari munculnya era Renaissance, yang mana dengan era ini menimbulkan berbagai kemajuan di berbagai bidang, pemikiran, industri, militer, sains, pengetahuan dan berbagai bidang lainnya.

Masuknya Modernisasi di Islam.

Pemikiran modernisasi yang terjadi di Islam mempunyai kaitan mata rantai dengan Barat. Sebelum memasuki periode modern, kontak antara Barat danIslam sebenarnya sudah ada, terlebih antara Kerajaan Usmani yang mempunyai daerah kekuasaan di daratan Eropa dengan beberapa negara Barat. Diketika negara-negara itu mulai memasuki masa kemunduran. Sebagai  akibat dari perubahan itu, Kerajaan Usmani, yang biasa menang dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat. Hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani menyelidiki rahasia kekuataan Eropa yang baru muncul itu. Menurut pemikiran, rahasianya terletak dalam kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa.

Namun pembaharuan yang yang diusahakan pemuka-pemuka Usmani abad kedelapan belas tidak ada artinya. Usaha dilanjutkan di abad kesembilan belas dan inilah kemudian yang membawa kepada perubahan besar di Turki. Seorang terpelajar Islam memberikan gambaran pada abad kesembilan belas, Ia mengatakan betapa terbelakangnya umat Islam ketika itu. Kontak dengan kebudayaan Barat yang lebih tinggi ini ditambah dengan cepatnya kekuatan Mesir dapat dipatahkan oleh Napoleon. Ketika Napoleon memasuki Mesir, ia pun melakukan ekspedisi[3] baik itu secara kultural maupun secara politis.Sehingga mengguncang pondasi negeri yang menggunakan bahasa Arab itu. Mereka memperkenalkan budaya Perancis dan ilmu pengetahuan Barat pada orang-orang Mesir, kemudian orang-orang Arab secara keseluruhan. membuka mata pemuka-pemuka Islam Mesir untuk mengadakan pembaharuan.

Modernisasi Islam.

Dengan sadarnya ummat islam waktu itu, akan ketertinggalan mereka dari Barat, ummat muslim sadar, mereka harus mengejar ketertinggalan dari Barat. Dengan banyak nya pelajarar-pelajar Muslim yang belajar ke Barat, dan kemudian kembali ke negara aslinya, mereka juga membawa pengetahuan dan ilmu dari Barat yang mempengaruhi perkembangan modernisasi di Islam.

Namun ,gerakaan modernisasi Islam tidak bias dilepaskan dari tokoh-tokoh pembaharu gerakan ini. Figur-figur penting inilah yang menjadi magnet bagi tokoh-tokoh laiinya dalam melakukan modernisasi. Tercatat tokoh-tokoh penting seperti Jamaluddin Afghani, kemudian muridnya, Muhammad Abduh, dan murid Abduh, Muhammad rasyid Ridha yang mengusung gerakan modernisasi di Mesir. Ada juga Sayyid Ahmad Khan di India, Namik Kemal di Turku, dan Bey Gasprinski di Crimea, dan banyak lagi tokoh-tokoh lainnya dari berbagai negara di dunia. Mereka inilah yang membawa gerakan modernisasi Islam.

Ijtihad Menurut Muhammad Abduh

Sebelum memasuki era modernisasi Islam, menurut Muhammad Abduh, ummat Islam mengalami ke Jumud an. Jumud dapat diartikan dengan beku, statis, atau tak bergerak. Ummat islam hanya bersandarkan pada tradisi-tradisi klasik. Akibatnya akal dan pemikiran islam pun tak berkembang dan beku. Maka benar apa yang dikatakan oleh Jamaluddin Al Qasimi: “ Apabila orang-orang hanya terbatas dalam mengkaji tradisi klasik, maka pengetahuan yang luar biasa pun akan hilang, alam pemikiran akan tersesat, lidah yang tajam akan menumpul, dan kita tidak akan mendengar apa pun kecuali pengulangan belaka”

Muhammad Abduh sangat menentang taklid yang dipandangnya sebagai faktor yang melemahkan jiwa umat Islam. Pandangan Abduh tentang perlunya upaya pembongkaran kejumudan yang telah sedemikian lama mengalami pengerakan tersebut akan melahirkan ide tentang perlunya melaksanakan kegiatan ijtihad. Menurut Abduh, taklid akan menghentikan akal pikiran manusia pada batas tertentu, yakni taklid sangat bertentangan dengan akal, taklid bertentangan dengan tabiat kehidupan, dan taklid itu juga bertentangan dengan tabiat dasar-dasar dan ciri Islam[4]. Muhammad Abduh mengikis habis taklid sebagai suatu prinsip, dalam bentuknya yang ada pada saat itu, seperti mengikuti mazhab secara harfiah dengan pengkultusan. Fanatisme itu disebabkan oleh adanya kelemahan pemikiran, politik, dan ekonomi pada masyarakat Islam.

Ijtihad menurut Abduh, bukan hanya boleh bahkan perlu dilakukan. Namun, menurut ia bukan berati setiap orang boleh berijtihad. Hanya orang-orang tertentu dan memenuhi syarat untuk melakukan ijtihadlah yang boleh melakukan ijtihad tersebut. Ijtihad dilakukan langsung terhadap al-Qur’an dan hadits sebagai sumber dari ajaran Islam[5]. Lapangan ijtihad adalah mengenai soal-soal muamalah yang ayat-ayat dan haditsnya bersifat umum dan jumlahnya sedikit. Sedangkan soal ibadah bukanlah bagian dari lapangan ijtihad, karena persoalan ibadah merupakan hubungan manusia dengan Tuhan, dan bukan antara manusia dengan manusia yang tidak menghendaki perubahan menurut zaman.
Bahwasanya keterbelakangan dan kemunduran yang dialami umat Islam disebabkan oleh pandangan dan sikap jumud. Maka untuk membebaskan umat Islam dari taklid, dan kembali kepada ajaran Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits. Bahkan Abduh mengecam orang yang melakuakan taqlid. Orang yang melakukan taqlid (muqallid), menurut Abduh, memiliki derajat yang lebih rendah dari orang yang diikutinya. Karena muqallid hanya melihat lahir perbuatan orang yang diikutinya, tanpa memeriksa dasar dan rahasia perbuatannya. Hal ini membuat pekerjaan muqallid menjadi tanpa dasar dan tidak karuan.

Pandangan Muhammad Abduh tentang perlunya ijtihad dan pemberantasan taklid, tampaknya didasari atas kepercayaannya yang tinggi terhadap akal. Karena menurut Abduh, Islam menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Sebab akal dapat membedakan antara baik dan yang buruk, antara yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat. Islam adalah agama yang rasional, dan menggunakan akal merupakan salah satu dari dasar-dasar Islam. Kebenaran yang dicapai akal tidak bertentangan dengan kebenaran yang disampaikan oleh wahyu. Menurutnya dalil akal yang meyakinkan bertentangan dengan dalil naql yang tidak meyakinkan. Namun, masih menurut Abduh, ada dua cara yang dapat ditempuh jika ditemukan adanya kontradiksi antara dalil akal dengan dalil naql. Pertama, kita menerima dalil naql itu sebagai dalil yang sah, tetapi kita mengakui bahwa kita tidak mampu untuk memahaminya dan menyerahkan hal yang sesungguhnya kepada Allah SWT. Kedua, kita menta’wilkan dalil naql itu sesuai dengan tata bahasa sehingga artinya dapat menjadi sesuai dengan yang ditetapkan oleh akal.

Kesimpulan

Sebelum memasuki era modernisasi Islam, ummat Islam berada pada masa statis dan kemunduran, dimana salah satu sebabnya adalah masuknya Islam pada ke jumud an yang berakibat pada beku nya alam pemikiran dan pengetahuan.

Adanya interaksi dengan Barat membuka mata ummat Islam akan ketertinggalan mereka dari bangsa-bangsa lainnya, dan mendorong untuk melakukan modernisasi Islam untuk mengejar ketertinggalan mereka. Modernisasi yang dilakukan pun meliputi berbagai bidang : pemikiran, pendidikan, pemerintahan, militer, dan lainnya. Dibalik gerakan modernisasi ini ada tokoh-tokoh yang memegang peranan penting, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan masih banyak yang lainnya

Muhammad Abduh sangat menentang periode ke jumud an yang dialamiummat Islam, dan sebagai solusinya ,ia membuka kembali pintu Ijtihad yang smepat tertutup. Dengan terbukanya pintu Ijtihad inilah yang akan memajukan kembali alam pemikiran dan pengetahuan Islam.



[1] Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), Cet. II,hal 1
[2] Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan peradaban,(Jakarta, Paramadina, 2000), cet III hal 450
[3] Napoleon Bonaparte lahir pada tanggal 15 Agustus 1769 di Ajaccio (Perancis) dan meniggal dunia pada 5 Mei 1821. Napoleon menyerbu Mesir pada 2 Juli 1798, mula-mula mendarat di Iskandariyah dan dalam waktu tiga minggu ia dapat menguasai seluruh Mesir. Walaupun Napoleon hanya sekitar tiga minggu menguasai Mesir (1789-1801), namun pengaruhnya sangat besar terhadap hidup dan kehidupan bangsa Mesir. Lihat Yusran Amuni, 66-67
[4] Muhammad al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986), Cet. I, hal 91
[5] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, hal 64

Tidak ada komentar:

Posting Komentar